Rabu, 02 November 2011

laporan Silvika acara 1


SKARIFIKASI MEKANIS, FISIS  DAN KHEMIS

A. PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Pertumbuhan merupakan pertambahan ukuran dan berat kering yang tidak dapat kembali lagi. Pertumbuhan tanaman diawali oleh proses perkecambahan. Proses perkecambahan untuk tiap-tiap jenis memiliki faktor-faktor pembatas yang dapat mempengaruhi pertumbuhan kecambah antara lain : air, temperatur (suhu), cahaya dan oksigen. Kadar air dalam benih yang sedang dorman biasanya sangat rendah dan biasanya perkecambahan akan segera dimulai bila keadaan air benih berkisar antara 80 – 90 %. Oleh karena itu perlakuan terhadap benih terutama untuk mengabsorsi air menjadi sangat penting. Kebutuhan akan cahaya dan panas yang berbeda–beda pada tiap jenis tanaman juga harus diperhatikan, sehingga diperlukan perlakuan yang berbeda juga. Sebagian benih memerlukan naungan dalam perkecambahannya dan sebagian benih lain tidak memerlukan naungan misalnya pada benih dari famili Leguminoceae.
Perkecambahan pada benih dapat terjadi karena dipengaruhi oleh dua faktor yaitu: faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar benih sedangkan faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam benih.
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman terutama sekali dimulai dari perkecambahan biji. Proses pertumbuhan juga perkembangan sangat memakan waktu yang cukup lama ditambah lagi ada beberapa faktor yang dapat menghambat perkecambahan biji. Salah satu faktor penghambat itu adalah dormansi. Benih dikatakan dorman apabila benih tesebut sebenarnya hidup tetapi tidak mampu untuk berkecambah dengan sempurna walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum dianggap telah memenuhi syarat suatu pekecambahan.
Untuk beberapa jenis tumbuhan berbiji memiliki kulit biji yang keras, sehingga dalam proses perkecambahannya akan mengalami proses imbibisi atau proses masuknya air kedalam biji tanaman. Benih yang mengalami dorman, organ ini dapat berkecambah dalam kondisi lingkungan perkecambahan yang optimum. Di pihak lain terdapat kasus suatu benih yang mengalami dormansi sekunder, yaitu dormansi yang disebabkan oleh faktor lingkungan.  
 Untuk benih-benih tertentu diperlukan perlakuan khusus untuk memecahkan dormansi tersebut dan secara umum hal-hal yang biasa dilakukan untuk memecahkan masa dormansi adalah dengan perlakuan mekanis, perlakuan kimia dan perlakuan perendaman dalam air. Masing–masing perlakuan ini memiliki kelebihan dan kekurangan yang nyata untuk tiap-tiap jenis.
  
1.2 Tujuan
Adapun tujuan – tujuan yang ingin dicapai dalam percobaan ini antara lain :
1.    Untuk mempercepat proses perkecambahan benih dan meningkatkan persentase kecambah
2.    Untuk mengetahui berbagai macam cara skarifikasi (pemecahan dormansi) baik fisis, mekanik maupun khemis pada benih suatu jenis tanaman tertentu terhadap perkecambahan yang dihasilkan














B.  TINJAUAN PUSTAKA

Dalam silvikultur pengetahuan mengenai benih dan perkecambahan merupakan faktor yang sangat penting sebagai suatu teknik perbanyakan tanaman dengan cara generatif. Perbanyakan dengan biji biasanya melalui perkecambahan. Perkecambahan merupakan peristiwa  penting yang terjadi sejak biji dorman hingga biji tumbuh (Setyati, 1979).
Pada umumnya biji akan berkecambah bila diberi air dan udara yang cukup, mendapatkan suhu dan kisaran yang memadai serta pada keadaan tertentu mendapatkan satu periode yang terang dan gelap yang sesuai. Namun ada sekumpulan tumbuhan yang bijinya tidak segera berkecambah meskipun sudah diletakkan pada kondisi kandungan air, suhu, udara dan cahaya yang memadai. Hal ini dikenal dengan istilah dormansi. Dormansi pada benih dapat berlangsung beberapa hari, semusim atau juga beberapa tahun tergantung dari jenis tanaman dan tipe dormansinya (Purwanto, 1984). 
Pada umumnya biji tidak segera tumbuh menjadi tanaman baru akan tetapi memerlukan waktu istirahat yang cukup lama. Pertumbuhan tidak akan terjadi selama benih belum melalui masa dormansinya atau sebelum dikenakan suatu perlakuan khusus terhadap benih tersebut. Dormansi dapat dipandang sebagai keuntungan biologis dari benih dalam menghadapi siklus pertumbuhan tanaman terhadap keadaan lingkungannya, baik musim maupun kemungkinan- kemungkinan variasi yang akan terjadi. Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari biji/kulit biji, keadaan fisiologis dari embrio atau kombinasi dari kedua keadaan tersebut (Purwanto, 1984).
Benih yang memliki masa dormansi yang spesifik memerlukan perlakuan benih yang lebih spesifik pula. Perlakuan terhadap benih yang memiliki dormansi dimaksudkan untuk mempercepat masa dormansi dengan tujuan agar perkecambahan dapat berlangsung secepatnya.  Karena alasan ini dormansi harus dipecahkan secara bertahap dan dilengkapi dengan stratifikasi benih (Baker, 1987).
Beberapa cara untuk memecahkan dormansi menurut Sutopo (1988) yaitu :
a.    Perlakuan mekanis yaitu pematahan dormansi dengan cara melakukan penggosokan terhadap kulit biji dimana tempat kecambah akan keluar, hingga biji mudah dan cepat berkecambah karena air mudah masuk kedalam biji. Perlakuan ini umumnya dipergunakan untuk memecahkan benih yang disebabkan oleh impermeabilitas kulit biji baik terhadap air atau gas, resistensi mekanis kulit perkecambahan yang terdapat pada kulit biji. Perlakuan mekanis ini meliputi :
v   Skarifikasi : mencakup cara–cara seperti mengikir atau menggosok kulit biji dengan amplas, melubangi kulit biji dengan pisau, perlakuan impaction (goncangan) untuk benih–benih yang memiliki sumbat gabus. Tujuan perlakuan ini untuk melemahkan kulit biji sehigga lebih permeabel terhadap air atau gas.
v   Tekanan : Benih–benih dari Sweet Clover (Melilatus alba) dan alfalfa (Medicago sativa) setelah diberi tekanan dengan hidraulik 2000 atm pada 18ºC selama 5 – 20 menit perkecambahannya meningkat 50 – 200 %.   
b.   Perlakuan fisis yaitu melakukan perendaman biji di dalam air pada suhu yang tinggi dengan maksud agar kulit biji dapat lebih lembab, dengan demikian kulit biji dapat ditembus oleh embrio dan plamula dengan mudah.  Beberapa jenis benih terkadang diberi perendaman dengan air panas dengan tujuan untuk memudahkan penyerapan oleh air benih.
 c.  Perlakuan khemis yaitu melakukan perendaman biji didalam larutan kimia (H2SO4) pada waktu yang ditentukan. Tujuannya adalah menjadikan agar kulit biji lebih mudah dimasuki oleh air pada proses imbibisi. Larutan asam sulfat pekat dan asam nitrat dengan konsentrasi pekat akan membuat kulit biji menjadi lebih lunak sehingga dapat dilalui oleh air dengan mudah.
C. METODELOGI

3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Kehutanan pada hari selasa tanggal 6 oktober 2006

3.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain :
Ø  Benih Lamtoro
Ø  Pasir, tanah,  asam sulfat
Ø  Kertas adan,  alat tulis, thermometer
Ø  Bak kecambah,  sprayer dan amplas/ gergaji besi

3.3  Cara Kerja
  1. Memilih benih dari jenis yang telah ditentukan dengan ukuran, kenampakan benih  yang sama dan tidak cacat fisiknya.
  2. Untuk skarifikasi fisis, melakukan perendaman benih masing-masing sebanyak 20 butir pada :
a.    Air ledeng (selama 12 jam).
b.    Air dengan suhu 50 ºC (hangat kuku)
c.    Air dengan suhu 75 ºC (hampir mendidih)
d.    Air dengan suhu 100 ºC (mendidih)
Perbandingan benih dan air adalah 1 : 10, mengaduk-aduk benih setelah dituangi dengan air, agar mendapatkan pemanasan yang merata. Untuk poin b, c dan d melakukan  waktu perendaman  sampai air menjadi dingin.
  1. Untuk skarifikasi khemis, merendam benih dalam larutan kimia H2SO4 dengan konsentrasi 5 % : 7,5 % : 10 % selama 5 menit, sesudah itu membilasnya dengan air ledeng, masing-masing perlakuan 20 butir benih. Menggunakan larutan yang tidak perlu banyak asalkan terendam seluruh benih sudah cukup.
  2. Untuk skarifikasi mekanis, melakukan penggosokan benih pada bagian yang akan  keluar akarnya, pada bagian keliling benih pada seluruh permukaan benih dan meretakkan benih dengan alat penjepit atau pemukul. Masing–masing perlakuan 20 butir.
5.    Menghitung benih sebanyak 20 butir sebagai kontrol. Selanjutnya menabur benih kontrol dan benih yang sudah dilakukan perawatan dalam waktu yang bersamaan dengan menggunakan bak kecambah yang telah berisi media pasir dengan kedalaman 1 cm.  Membasahi pasir dengan air terlebih dahulu,  sebelum melakukan penaburan 
  1. Sesudah selesai melakukan penanaman, memasang label yang berisi : jenis pelakuan tanggal penaburan, nama mahasiswa dan nomor kelompok. Selanjutnya menyiram lagi media sampai lembab, dan melakukan peyiraman selanjutnya  setiap pagi dan sore.
Pengamatan dilakukan 2 hari sekali selama 1 bulan.  Hal yang perlu dicatat :
a.   Waktu mulai berkecambah dan jumlah kecambah yang muncul setiap pengamatan
b.   Melihat dan mencatat kematian kecambah (jika ada) apakah penyebab kematian tersebut karena hama atau penyakit atau sebab lain.
c.   Pada akhir pengamatan, mencabut kecambah yang paling tinggi, paling pendek dan rata rata. Kemudian melakukan pengukuran bagian batang dan akarnya.








D. HASIL DAN PEMBAHASAN

No.
Perlakuan
Waktu Berkecambah hari Ke -
Jumlah Kecamb
Jml.Kec.Mati
Panj. Ak rata2 (cm)
Panj. Batang rata-rata ( cm )
1.
Fisis
A.Air Ledeng











2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
30
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
2
4
5
7
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
5
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
7

B. Air 50oC
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
30
-
-
-
-
-
-
1
3
4
5
6
7

8
9
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
8
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
10

C..Air   75oC
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
30
-
-
-
1
3
4
5
6
7
9
10
12
13
14
15
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
12
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
17

D. Air 100 C
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
30
-
-
-
-
-
-
2
3
4
5
6
7
9
10
11
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
9
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
14
2
Khemis
A. 5 % H2SO4
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
30
Total
-
1
2
4
5
7
8
9
10
11
12
13
14
15

-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
--
-
-
-

-
-
-
-
-
-
-
--
--
-
-
-
-
12

-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
16

B. 7,5 %
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
30
Total
-
-
1
2
3
5
7
9
10
11
12
13
14
15
17
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
--
-
-
-
14

-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
20


C. 10 %
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
30
Total
-
1
2
3
4
5
6
8
9
10
12
13
15
16

-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-

-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
13

-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
18


Digosok
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
30
Total
-
1
2
4
5
7
8
9
10
11
12
13
14
15
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
--
-
-
-
-
17

--
-
-
-
-
-
-
-
--
-
-
-
-
18









4.2 Pembahasan

Benih merupakan inti kehidupan di alam semesta dan yang paling penting kegunaanya dalam regenerasi tanaman. Biji merupakan suatu bagian embrio tanaman yang masih dalam perkembangan dan masih terkekang. Dormansi pada benih dianggap merugikan, sehingga diperlukan cara-cara untuk memecahnanya.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama satu bulan terlihat bahwa perlakuan pemecahan dormansi pada benih dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain : secara fisis, makanis dan khemis. Untuk perlakuan fisis yaitu perendaman dengan air panas, tujuannya untuk memudahkan penyerapan air oleh benih yang juga bertujuan intuk melunakkan kulit biji yang keras. Dari masing masing perlakuan suhu yaitu 50oC, 75oC dan 100oC, terlihat dari banyaknya jumlah kecambah yang tumbuh dan yang mati. Perlakuan yang paling baik adalah dengan menggunakan air dengan suhu 75oC (hampir mendidih) karena pada percobaan tersebut menghasilkan jumlah kecambah yang paling banyak (18). Jika dibandingkan dengan suhu 50 oC dan 100oC. keadaan kecambah pun sangat bagus karena kulit benih yang keras direndam dengan air hangat kuku menyebabkan kulit menyerap air dan proses penghidrolisasian cadangan makanan. Beberapa benih pada awal pengamatan telah tumbuh (10) namun beberapa hari kemudian benih-benih tersebut mengalami kematian yang disebabkan oleh beberapa factor seperti penyakit dumping off, kerusakan panas lansung dan dimakan serangga.
Pada perlakuan mekanis yaitu dengan cara menggosokkan kulit dengan kertas amplas bertujuan untuk menipiskan kulit biji supaya dapat melemahkan kulit biji yang keras sehingga lebih permeable terhadap air. Pada perlakuan mekanis semua biji tumbuh jadi kecambah. Keadaan kecambah semakin hari semakin berkembang dimulai dari terbukanya kutiledon sampai tumbuhnya daun. Pada pengamatanterahir didapatkan pada perlakuan mekanis panjang akarnya 12 cm dan panjang batang terpanjang 18 cm.
Untuk perlakuan khemis juga tidak jauh berbeda yaitu dengan menggunakan bahan kimia. Tujuannya agar kulit biji mudah dimasuki air pada proses imbibisi. Pada percobaan benih yang paling banyak tumbuh pada konsentrasi H2SO4 7,5 % ditandai dengan banyak kecambah yang tumbuh dibandingkan perlakuan yang lain. Konsentrasi yang makin pekat membuat kulit lebih lunak sehingga mudah dilalui air, sehingga dapat memecahkan dormansi.

E. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari pembahasan hasil pengamatan diatas dapat ditarik kesimpulan antara lain :
1.    Untuk mempercepat proses perkecambahan benih dapat dilakukan 3 macam skarifikasi yaitu skarifikasi fisis, skarifikasi khemis dan skarifikasi mekanis.
2.    Pada skarifikasi fisis suhu yang paling baik untuk perkecambahan yaitu pada suhu  75°C karena suhunya tidak terlalu tinggi sehingga kulit biji yang dorman cepat melunak dan akar dapat dengan mudah menembus kulit untuk berkecambah.
3.    Pada skarifikasi khemis perlakukan dengan larutan H2SO4 5 % menunjukkan hasil yang baik diantara perlakukan khemis yang lain.
4.    Pada skarifikasi mekanis jumlah kecambah yang tumbuh lebih banyak dari skarifikasi yang lainnya dan merupakan skarifikasi terbaik
5.    Pada perendaman suhu yang tinggi, maka biji akan rusak bahkan mati.
6.    Skarifikasi fisis, khemis dan mekanis tidak mempengaruhi pertumbuhan akar dan batang




DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2003. Penuntun Praktikum Silvika. Laboratorium Kehutanan. Fakultas Pertanian .Universitas Bengkulu. Bengkulu

Setyati. S, 1979. Pengantar Agronomi. PT. Gramedia. Jakarta

Purwanto, 1984. Fisiologi Biji. Proyek Peningkatan dan Pengembangan Perguruan Tinggi. Universitas Bengkulu. Bengkulu.

Baker, 1987. Prinsip–Prinsip Silvikultur. Gajah Mada. Universitas Press. Yogyakarta

Sutopo, 1988. Teknologi Benih. Bharata. Jakarta.



















Tidak ada komentar:

Posting Komentar